Sebuah desa dan pulau kecil di Selat Madura, tepatnya 8 km di lepas pantai utara Probolinggo. Pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Luas wilayahnya sekitar 68 ha, sebagian besar adalah Suku Madura dan bermata pencaharian sebagai nelayan, pembuatan kerupuk ikan serta pembuatan perahu berbahan kayu jati.
Penduduk pulau ini dikenal relatif makmur. Gili Ketapang merupakan salah satu tujuan wisata alam di Kabupaten Probolinggo.
Pulau tersebut dihubungkan dengan Pulau Jawa dengan perahu motor melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo, dengan waktu tempuh sekitar 40 menit.
Menurut legenda setempat, pulau ini dulunya menyatu dengan daratan Desa Ketapang (Pulau Jawa), yang kemudian secara gaib bergerak lamban ke tengah laut, karena gempa yang dahsyat akibat letusan Gunung Semeru.
Nama Gili Ketapang berasal dari bahasa Madura, gili yang artinya mengalir, dan Ketapang merupakan nama asal desa tersebut.
Panorama Gili Ketapang memang tak kalah indah dengan obyek wisata lain di negeri ini. Bentangan lautan luas terpapar membiru. Sesekali terlihat pula perahu nelayan.
Dengan alat tangkap seadanya, mereka sibuk menangkap ikan di alam terbuka. Boat berukuran kecil yang menjadi alat transportasi di situ tampak lalu lalang membelah laut. Nahkodanya seolah sudah terbiasa dengan hempasan angin laut dan teriknya sinar mentari yang menyengat kulit mereka.
Pagi itu, di tengah banyaknya gulungan ombak, pandangan saya seolah terusik karena banyaknya sampah-sampah di permukaan laut. Sampah yang dimaksud mulai dari botol minuman mineral, plastik, dan masih banyak lagi. Benda-benda itu mengikuti gulungan ombak. Sampah-sampah tersebut terlihat berserakan dan begitu mengundang tanya saya kepada sang nakhoda.
Memang, sebelum berangkat dari Probolinggo ke Pulau Ketapang, pelabuhan Probolinggo banyak terlihat kapal-kapal besar milik nelayan. Di kapal besar itu sepertinya sudah menjadi rumah bagi kaum nelayan. Faktanya, di kapal yang parkir berjejer di pelabuhan itu tampak para nelayan sedang menjemur baju (pakaian).
Sebagian dari mereka dengan bertelanjang dada, menikmati sarapan di atas kapal. Parahnya, dari atas kapal, sampah termasuk sisa-sisa makanan dibuang begitu saja ke laut.
Tak terasa, perjalanan kami sudah tiba di tempat tujuan, Pulau Gili Ketapang. Lagi-lagi saya mengelus dada. Belum lagi boat yang kami tumpangi bersandar di bibir pantai, terlihat jelas banyaknya sampah-sampah di seluruh bibir pantai.
Soal panorama, Gili Ketapang memang sudah masuk kelompok salah satu destinasi wisata yang cukup digandrungi di negeri ini. Namun Pulau Gili Ketapang punya persoalan serius. Ya, masalahnya adalah sampah-sampah itu!
Sudah saatnya pemerintah setempat mengedukasi masyarakat Probolinggo, terutama yang berada di pinggir laut agar tidak membuang sampah sembarangan. Soalnya, kini panorama Gili Ketapang sudah tercemar.