Surabaya, Jelajahnusantara.co – Stasiun kereta api sudah sangat biasa buat masyarakat, stasiun yang satu ini membuat masyarakat ter-belalak. Stasiun Sidotopo yang terletak di tengah hiruk pikku kota Pahlawan. Stasiun satu ini dalam diamnya menampakkan daya tariknya tersendiri.
Dilihat dari struktur aslinya, Stasiun Sidotopo memiliki 18 emplasemen, yang merupakan jumlah emplasemen atau deretan peron terbanyak se-Indonesia. Amat disayangkan, dengan emplasemen sebanyak ini, Stasiun Sidotopo tidak lagi dipakai mengangkut penumpang.
Stasiun ini cuma dipakai untuk mengangkut barang dan merawat kereta penumpang. Di stasiun ini tempat diistirahatkannya lokomotif-lokomotif yang sudah tidak digunakan lagi.
Di tahun 1890 adalah era pembangunan jalur-jalur kereta api baru sebagai tahap kelanjutan rute Soerabaja – Pasoeroean yang berhasil dibuka tahun 1878 oleh Staatsspoorwegen (SS).
Saat itu dibangun pula jalur baru dari stasiun Soerabaja-Kotta SS menuju pelabuhan Perak melalui pembuatan jalur cabang tak jauh dari Soerabaja SS, dan terus melalui Mesigit kemudian Kalimas hingga masuk dermaga pelabuhan.
Lalu sebelum masuk stasiun Soerabaja-Kotta dibuat percabangan segitiga menuju jalur yang terpisah ke arah stasiun Prins Hendrik (stasiun Benteng) dan cabang ke Oost-Kalimas dekat Oedjoeng.
Saat itu perawatan rollingstock kereta api berada satu kompleks dengan stasiun Soerabaja SS yakni di sebelah selatan stasiun, lalu tahun 1912 mulai dibangun Werkplaats (Balai Yasa) di Goebeng sebagai bengkel perbaikan rollingstock.
Makin ramainya angkutan barang dari luar kota melalui kereta api sampai kebutuhan perawatan harian kereta api yang mendesak mendorong SS membangun areal Depot sekaligus emplasemen (railyard) baru.
Dipilihlah wilayah Sidotopo yang terletak pada jalur menuju Oedjoeng karena letaknya cukup strategis dan saat itu didominasi rawa-rawa luas. Daerah Sidotopo dahulu merupakan sisi paling timur Soerabaja yang berada pada perbatasan distrik djabakota (luar kota).
Pembangunan Dipo Sidotopo mulai dilakukan sekitar tahun 1918 merupakan terbesar dan terluas oleh SS, bahkan hingga kini. Tak tanggung-tanggung, dengan luas lebih dari 80 hektar, SS membangun kompleks locomotiefdepot beserta Remise untuk perawatan dan perbaikan lokomotif termasuk juga kereta, dan gerbong.
Pada sisi utara dibuatkan goederenemplacement dengan puluhan jalur rel untuk langsiran dan stabling gerbong-gerbong barang. Kereta barang yang baru tiba dan mengantre untuk dibongkar muatannya di pelabuhan Kalimas maupun Perak akan menunggu di emplasemen.
Di masa pertahanan kemerdekaan, Sidotopo menjadi saksi bisu pertempuran Laskar Dipo Sidotopo melawan tentara Sekutu pada bulan Agustus-Nopember 1945 yang memakan korban. Hingga kini areal lalu-lintas kereta api pada kompleks Sidotopo tidak lagi seramai dahulu apalagi emplasemen luasnya sudah lama ditutup dan menjadi perkampungan padat warga Tenggumung.
Selain itu kompleks Dipo Sidotopo memiliki kesan kurang terawat. Namun kemegahan bangunan Dipo dan menara air raksasa di sisi Jalan Sidotopo Wetan masih bisa disaksikan, termasuk juga berbagai koleksi sarana dan prasarana antik. Padahal, jika dikembangkan Dipo Sidotopo bisa menjadi kawasan terpadu sebagai perawatan sarana kereta api khusus Jawa wilayah timur.
Penulis: Budi W
Foto: Budi W
Sumber: Segala Sumber