Kekayaan alam Indonesia tak habis digali dan dimanfaatkan untuk memacu kreativitas. Bambu, misalnya. di antara tanaman khas bisa menjadi simbol betapa kelestarian lingkungan itu beriringan dengan kreativitas masyarakat secara luas. Bahkan, masyarakat mampu memetik ujaran dan ajaran leluhur bangsa Indonesia.
Atas dasar itulah, Dewan Kesenian ]awa Timur berkerja sama dengan Bumi Surabaya City Resort menggelar Festival Musik Bambu ]awa Timur di Bumi Surabaya City Resort, Senin tanggal 23 Oktober 2017, mulai pk 18.00 WIB. Kegiatan ini, akan dibuka Gubernur jatim Dr H Soekarwo. Hal itu membuktikan betapa Pemerintah Provinsi ]awa Timur memberikan apresiasinya kepada masyarakat yang mampu mempertahankan identitas budayanya di tengah gempuran budaya dari asing.
“Dengan Festival Musik Bambu ]awa Timur, merupakan kesempatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sebagian sumber kekayaan alam kita. Dengan festival ini, kami mengukur sejauhmana kreativitas di masyarakat, khususnya masyarakat dengan latar belakang agraris itu bertahan dengan keseniannya yang khas, serta kami sangat mengapresiasi atas keterlibatan pihak Bumi Surabaya city Resort dalam mendukung acara ini sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap Seniman dan pelestarian kebudayaan yang ada di jawa timur” kata Taufik Hidayat Monyong, Ketua Dewan Kesenian jawa Timur.
Sejumlah kelompok musik bambu dari berbagai daerah di ]awa Timur akan ditampilkan. Tentu, menurut Taufik Monyong panggilan akrab alumnus Seni Rupa Universitas Negeri Surabayaini, “komunitas masyarakat tradisional itu selain mengembangkan musik juga bagian dari seni pertunjukan.”
Di antara para penyaji dalam Festival Musik Bambu ]awa Timur adalah performens Unen-Unen, grup musik dari Desa Rengel, Tuhan, dan ]emblung Kediri. Selain itu, ada juga grup kesenian Pa’beng Pariopo, Situbondo, Angklung Paglak dari Banyuwangi dan Musik Bambu Bumbung dari Probolinggo.
“Sebelumnya, pada pukul 16.00 pada hari yang sama, diadakan Diskusi dengan Ketua Masyarakat Adat Samin mengeni musik ]ambrung dan pengelola manfaat bambu dari Situbondo. Menghadirkan Tri Broto WS, sebagai pengamat,” tutur Nasar Al Batati, panitia pelaksana Festival Musik Bambu jawa Timur.
Pada kesempatan tersebut. menurut Nasar Al Batati, juga diadakan pemberian Piagam kepada para penyaji oleh Gubernur. Karena, mereka itulah para hamba kebudayaan yang telah melestarikan karya leluhur kita.
Terkait penyaji dalam festival tersebut. dijelaskan Nasar Al Batati, penampilan menarik dari Kesenian jemblung. ini. merupakan kesenian daerah yang berbentuk teater tradisional, biasanya terdiri dari 7 (tujuh) orang termasuk di dalamnya ‘panjak’ sebagai pemukul alat musik (pemberi senggakan), dan seorang ‘dalang’ sebagai orang yang mengantar bercerita. Selain itu, dilengkapi alat-alat musik tradisional yang terbuat dari kulit dan kayu yang dipukul secara berirama. Kesenian jemhlung hampir mirip dengan pertunjukan wayang.
Kelompok Kesenian Unen-Unen, Tuban. Kelompok kesenian unen-unen yang berasal dari Tuhan merupakan sekelompok pemusik yang menggunakan alat musik berbahan bambu dengan cara ditiup, petik, dan pukul.
Sedang Musik Bungkel Per’reng, Situbondo, diproduksi dan dimainkan oleh masyarakat desa pinggiran di daerah tersebut. “Pelaku kesenian ini adalah Pak Tutun dan Pak Beng. Musik ini terbuat dari bambu duri. Alat musik tradisional dari bambu yang menghasilkan bunyi mirip kenang kendang dan gong ini memiliki karakteristik yang unik.” kata NasarAl Batati.
Komposisi antara lain bagian Sembilu Bambu setelah diiris memanjang hingga terangkat, berfungsi semacam senar. Bagian ini diganjal potongan kecil bambu. Sehingga sembilu menonjol ke permukaan. Ketika dipukul, bagian ini akan menghasilkan bunyian mirip kenong.
Selain itu, ada Musik Angklung Caruk dari Banyuwangi. Kata “ Caruk” berasal dari bahasa Osing, yang berarti “bertemu”. Pertemuan dua kelompok pemain angklung dan mereka saling mengadu ketangkasan memainkan angklung. disebut dengan angklung.
Dua grup tersebut memainkan angklungnya bersama dan saling bersaing ketangkasan. Untuk penonton biasanya terbagi dalam 3 kelompok: dua di antaranya merupakan rival yang masing-masing mendukung angklung kesayagannya. Sedang yang satu berpihak pada dua pemain angklung dan mereka ingin mengetahui secara keseluruhan permainan. Permainan angklung ini menjadi sangat meriah, karena dukungan masing masing penonton.
”Digelarnya Festival Musik Bambu jawa Timur, merupakan ajang untuk mengukur kreativitas masyarakat di daerah itu berfungsi untuk melestarikan kekayaan alam dan budaya kita,” tutur Nasar Al Batati.