Banyuwangi, nusantaranews.info -Festival Kuwung merupakan even seni dan budaya sekaligus pesta rakyat yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya setiap tahun. Festival yang digelar dalam rangka hari jadi Banyuwangi (Harjaba) ke 245 ini menyuguhkan beragam tradisi daerah yang dikemas dalam sebuah pertunjukan yang megah.

Rakyat Banyuwangi berpesta, penampilan seluruh peserta mampu mengundang decak kagum. Berbagai seni daerah tampil dengan sangat menarik dan menghibur. Tidak hanya para penari dan aksi teatrikal yang tampil dengan memikat, pawai mobil dengan aneka lampu yang menampilkan miniatur budaya daerah juga mampu mencuri perhatian. Ratusan pendukung acara pun tampil dalam balutan kostum yang atraktif. Ditambah iringan musik tradisional sepanjang acara membuat suasana malam Banyuwangi begitu meriah.

“Tahun ini Banyuwangi Festival menghadirkan 53 even sepanjang tahun yang salah satunya adalah Festival Kuwung. Kegiatan ini bukan sekedar cara untuk menarik wisatawan tapi sebagai pesta rakyat sekaligus memberikan panggung bagi anak-anak Banyuwangi untuk menampilkan kreativitas bakat dan potensinya kepada dunia luar,” kata Anas saat membuka Festival Kuwung, Sabtu (3/11) malam.

Anas melanjutkan Banyuwangi tidak akan pernah bosan untuk terus menggelar beragam festival tidak hanya seni dan budaya tapi beragam festival yang menangkat potensi lokal daerah. “Dengan beragam festival perekonomian tumbuh, pariwisata semakin maju, seni dan budaya terus dilestarikan, anak-anak Banyuwangi semakin percaya diri. Kami tidak akan berhenti untuk terus membangun daerah,” ujar Anas.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata M.Y. Bramuda Festival Kuwung 2016, mengangkat tema Kembang Setaman Bumi Blambangan. Tema ini sebagai perlambang keharmonisan hidup masyarakat Banyuwangi yang terdiri dari berbagai etnis dan latar belakang budaya.

“Di Banyuwangi sendiri beragam etnis seperti Suku Jawa, Suku Using, Bali, Etnis Madura, Etnis Tionghoa, Etnis Arab menjadi penduduk daerah yang telah berpuluh tahun hidup berdampingan dalam kerukunan,” katanya.

Festival Kuwung pun membingkai keragaman budaya beragam etnis dan suku tersebut dalam rangkaian fragmen yang menarik. Seperti pada pembukaan Kuwung yang menyuguhkan Tradisi Saulak, Suku Mandar. Tradisi Saulak merupakan tradisi pernikahan khas warga Mandar yang merupakan warga pesisir pantai.

Berikutnya pawai menampilkan etnis Jawa Mataraman. Etnis ini memiliki komunitas yang besar yang mendominasi wilayah selatan Banyuwangi. Kali ini fragmen yang dibawakan berjudul Cungkup Tapanrejo yang mengisahkan babat alas warga Jawa dalam memulai kehidupan baru.

Selain itu, juga ada penampilan suku Using yang menampilkan Sarine Kembang Bakung. Cerita ini mengisahkan kegigihan dan semangat masyarakat desa dalam melestarikan budaya adat using, yaitu Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan di Kecamatan Glagah. Kedua ritual bersih desa yang dipercaya masyarakat setempat sebagai upaya tolak bala agar terhindar dari wabah penyakit ini terus dilestarikan warga setempat hingga sekarang.

Sementara itu pawai Etnis Madura tampil dengan pakaian khas daerahnya. Para penampil membawakan Tari Topeng dan fragmen yang mengisahkan mata pencaharian mereka sebagai petani kakao. Etnis Bali menampilkan tradisi Melasti Bali Banyuwangen. Juga tidak ketinggalan atraksi Ogoh-ogoh yang menjadi ciri khas perayaan Nyepi umat Hindu.

Etnis Tionghoa juga memeriahkan acara dengan menampilkan fragmen bertema Liong harmoni Tionghoa. Mereka menampilkan berbagai tarian dengan kostum khasnya. Suasana semakin meriah dengan penampilan Barongsai. 

Sebelumnya Festival Kuwung juga dimeriahkan oleh penampilan defile perwakilan dari beberapa derah. Seperti kota Bogor, Kediri, Sleman, Probolinggo hingga Sumbawa Barat yang menampilkan tari Kipas. (Md_nn)

BACA JUGA  BUMI MANUSIA - Antara Realita Novel & Realita Film.